Radikalisme Islam dan Perilaku Orang Kalah dalam Perspektif Psikologi Sosial
Oleh:
Prof. DR. Koentjoro bin Soeparno
Professor Pelawat Pusat Pengajian Psikologi dan Pembangunan Manusia,
Universiti Kebangsaan Malaysia
Beben Rubianto, S.IP
(Anggota Forum Komunikasi Tafsir Hadis Indonesia)
A. Pengantar
Bom yang meledak di Sharm el Sheik, Mesir, konon merupakan perbuatan salah satu jaringan Al-Qaeda, namun indikasi ini perlu dikaji kebenarannya. Yang pasti pelaku peledakan bom di area wisata laut merah maupun ledakan-ledakan bom lainnya, akan mendapat tanggapan dan sebutan yang bermacam-macam dari masyarakat, diantaranya: Radikal, Militan, dan Teroris. Yang menarik bahwa, sebutan-sebutan seperti ini apalagi dikaitkan dengan peledakan bom cenderung ditujukan kepada kelompok-kelompok bernuansa Islam. Artinya, sebutan radikal, militan, dan teroris dianggap memiliki daya tarik bila dikaitkan dengan sentimen keagamaan daripada dengan ideologi, politik, budaya, hankam, dll, serta cenderung menyamakan radikal, militan, dan teroris dengan konotasi negatif. Benarkah demikian?
Menurut penulis invasi atau campur tangan Amerika ke Afganistan, Lybia, Palestina, Bosnia dan kemudian dilanjutkan invasinya ke Irak, semakin membenarkan hipotesa Huntington, bahwa dengan redanya perang dingin Amerika versus Soviet, maka yang dianggap musuh amerika adalah Islam. Tulisan ini akan mencoba untuk menelaah bagaimana radikalisme Islam terjadi di Indonesia dan kenapa harus terjadi di Indonesia.
Unduh berkas: Radikalisme Islam dan Perilaku Orang Kalah dalam Perspektif Psikologi Sosial